Dikisahkan pada zaman dulu ketika Nabi Musa as berbicara di
tengah-tengah Bani Israil. Ia mengajak mereka untuk menyembah Allah
s.w.t dan menceritakan kepada mereka tentang kebenaran. Pembicaraan Nabi
Musa sangat komprehensif dan tepat. Setelah beliau menyampaikan
pembicaraannya, salah seorang Bani Israil bertanya: "Apakah ada di muka
bumi seseorang yang lebih alim darimu wahai Nabi Allah?" Dengan nada
emosi, Musa menjawab: "Tidak ada."
Allah
s.w.t tidak setuju dengan jawapan Musa. Lalu Allah
s.w.t mengutus Jibril
untuk bertanya kepadanya: "Wahai Musa, tidakkah engkau mengetahui di
mana Allah s.w.t meletakkan ilmu-Nya?" Musa mengetahui bahawa ia
terburu-buru mengambil suatu keputusan. Jibril kembali berkata
kepadanya: "Sesungguhnya Allah swt mempunyai seorang hamba yang berada
di majma' al-Bahrain yang ia lebih alim daripada kamu." Jiwa Nabi Musa
yang mulia rindu untuk menambah ilmu, lalu timbullah keinginan dalam
dirinya untuk pergi dan menemui hamba yang alim ini. Musa bertanya
bagaimana ia dapat menemui orang alim itu. Kemudian ia mendapatkan
perintah untuk pergi dan membawa ikan di keranjang. Ketika ikan itu
hidup dan melompat ke lautan maka di tempat itulah Musa akan menemui
hamba yang alim.
Akhirnya, Musa pergi guna mencari ilmu dan
beliau ditemani oleh seorang pembantunya yang masih muda. Pemuda itu
membawa ikan di keranjang. Kemudian mereka berdua pergi untuk mencari
hamba yang alim dan soleh. Tempat yang mereka cari adalah tempat yang
sangat samar dan masalah ini berkaitan dengan hidupnya ikan di keranjang
dan kemudian ikan itu akan melompat ke laut. Namun Musa berkeinginan
kuat untuk menemukan hamba yang alim ini walaupun beliau harus berjalan
sangat jauh dan menempuh waktu yang lama.
Musa
berkata kepada pembantunya: "Aku tidak memberimu tugas apa pun kecuali
engkau memberitahuku di mana ikan itu akan berpisah denganmu." Pemuda
atau pembantunya berkata: "Sungguh engkau hanya memberi aku tugas yang
tidak terlalu berat." Kedua orang itu sampai di suatu batu di sisi laut.
Musa tidak kuat lagi menahan rasa kantuk sedangkan pembantunya masih
bergadang. Angin bergerak ke tepi lautan sehingga ikan itu bergerak dan
hidup lalu melompat ke laut. Melompatnya ikan itu ke laut sebagai tanda
yang diberitahukan Allah SWT kepada Musa tentang tempat pertemuannya
dengan seseorang yang bijaksana yang mana Musa datang untuk belajar
kepadanya. Musa bangkit dari tidurnya dan tidak mengetahui bahawa ikan
yang dibawanya telah melompat ke laut sedangkan pembantunya lupa untuk
menceritakan peristiwa yang terjadi. Lalu Musa bersama pemuda itu
melanjutkan perjalanan dan mereka lupa terhadap ikan yang dibawanya.
Kemudian Musa ingat pada makanannya dan ia telah merasakan keletihan. Ia
berkata kepada pembantunya: "Coba bawalah kepada kami makanan siang
kami, sungguh kami telah merasakan keletihan akibat dari perjalanan
ini."
Pembantunya
mulai ingat tentang apa yang terjadi. Ia pun mengingat bagaimana ikan
itu melompat ke lautan. Ia segera menceritakan hal itu kepada Nabi Musa.
Ia meminta maaf kepada Nabi Musa kerana lupa menceritakan hal itu.
Setan telah melupakannya. Keanehan apa pun yang menyertai peristiwa itu,
yang jelas ikan itu memang benar-benar berjalan dan bergerak di lautan
dengan suatu cara yang mengagumkan. Nabi Musa merasa gembira melihat
ikan itu hidup kembali di lautan dan ia berkata: "Demikianlah yang kita
inginkan." Melompatnya ikan itu ke lautan adalah sebagai tanda bahawa di
tempat itulah mereka akan bertemu dengan seseorang lelaki yang alim.
Nabi Musa dan pembantunya kembali dan menyelusuri tempat yang dilaluinya
sampai ke tempat yang di situ ikan yang dibawanya bergerak dan menuju
ke lautan.
Akhirnya, Musa sampai di tempat di mana
ikan itu melompat. Mereka berdua sampai di batu di mana keduanya tidur
di dekat situ, lalu ikan yang mereka bawa keluar menuju laut. Di sanalah
mereka mendapatkan seorang lelaki. Kami tidak mengetahui namanya, dan
bagaimana bentuknya, dan bagaimana bajunya; kami pun tidak mengetahui
usianya. Yang kita ketahui hanyalah gambaran dalam yang dijelaskan oleh
Al-Quran: "Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara
hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahrnat dari sisi
Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. " (Q.S
Alkahfi :65)
Nabi Musa dan pembantunya menemukan Khidir di
atas sejadah hijau di tengah-tengah lautan. Ketika Musa melihatnya, ia
menyampaikan salam kepadanya. Khidir berkata: "Apakah di bumimu ada
salam? Siapa kamu?" Musa menjawab: "Aku adalah Musa." Khidir berkata:
"Bukankah engkau Musa dari Bani Israil. Bagimu salam wahai Nabi dari
Bani Israil." Musa berkata: "Dari mana kamu mengenal saya?" Khidir
menjawab: "Sesungguhnya yang mengenalkan kamu kepadaku adalah juga yang
memberitahu aku siapa kamu. Lalu, apa yang engkau inginkan wahai Musa?"
Musa berkata dengan penuh kelembutan dan kesopanan: "Apakah aku dapat
mengikutimu agar engkau dapat mengajariku sesuatu yang engkau telah
memperoleh kurnia dari-Nya." Khidir berkata: "Tidakkah cukup di tanganmu
Taurat dan bukankah engkau telah mendapatkan wahyu. Sungguh wahai Musa,
jika engkau ingin mengikutiku engkau tidak akan mampu bersabar
bersamaku."
Dan dalam surata al kahfi 66 - 70 pun diterangkan :
"Musa
berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan
kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan
kepadamu ?' Dia menjawab: 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan
sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu,
yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?' Musa
berkata: 'Insya-Allah kamu akan mendapati aku sebagai orang yang sabar,
dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun.' Dia berkata:
'Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang
sesuatu pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu.''
Sebelum
mereka melanjutkan perjalanan Nabi Musa as melihat seekor burung yang
sedang minum air laut, maka nabi khidir berkata : "Ilmu manusia itu
seperti air yang diminum seekor burung itu dan lautan adalah ilmu ALLAH"
Musa
pergi bersama Khidir. Mereka berjalan di tepi laut. Kemudian terdapat
perahu yang berlayar lalu mereka berbicara dengan orang-orang yang ada
di sana agar mau mengangkut mereka. Para pemilik perahu mengenal Khidir.
Lalu mereka pun membawanya berserta Musa, tanpa meminta upah sedikit
pun kepadanya. Ini sebagai bentuk penghormatan kepada Khidir. Namun Musa
dibuat terkejut ketika perahu itu berlabuh dan ditinggalkan oleh para
pemiliknya, Khidir melubangi perahu itu. Ia mencabut papan demi papan
dari perahu itu, lalu ia melemparkannya ke laut sehingga papan-papan itu
dibawa ombak ke tempat yang jauh.
Musa
menyertai Khidir dan melihat tindakannya dan kemudian ia berfikir. Musa
berkata kepada dirinya sendiri: "Apa yang aku lakukan di sini, mengapa
aku berada di tempat ini dan menemani laki-laki ini? Mengapa aku tidak
tinggal bersama Bani Israil dan membacakan Kitab Allah s.w.t sehingga
mereka taat kepadaku? Sungguh Para pemilik perahu ini telah mengangkut
kami tanpa meminta upah. Mereka pun memuliakan kami tetapi guruku justru
merosak perahu itu dan melubanginya." Tindakan Khidir di mata Musa
adalah tindakan yang tercela. Kemudian bangkitlah emosi Musa sebagai
bentuk kecemburuannya kepada kebenaran. Ia terdorong untuk bertanya
kepada gurunya dan ia lupa tentang syarat yang telah diajukannya, agar
ia tidak bertanya apa pun yang terjadi. Musa berkata: "Apakah engkau
melubanginya agar para penumpangnya tenggelam? Sungguh engkau telah
melakukan sesuatu yang tercela." Mendengar pertanyaan lugas Musa, hamba
Allah swt itu menoleh kepadanya dan menunjukkan bahawa usaha Musa untuk
belajar darinya menjadi sia-sia kerana Musa tidak mampu lagi bersabar.
Musa meminta maaf kepada Khidir kerana ia lupa dan mengharap kepadanya
agar tidak menghukumnya.
Kemudian mereka berdua
berjalan melewati suatu kebun yang dijadikan tempat bermain oleh
anak-anak kecil. Ketika anak-anak kecil itu sudah letih bermain, salah
seorang mereka tampak bersandar di suatu pohon dan rasa kantuk telah
menguasainya. Tiba-tiba, Musa dibuat terkejut ketika melihat hamba Allah
s.w.t ini membunuh anak kecil itu. Musa dengan lantang bertanya
kepadanya tentang kejahatan yang baru saja dilakukannya, yaitu membunuh
anak laki-laki yang tidak berdosa. Hamba Allah swt itu kembali
mengingatkan Musa bahwa ia tidak akan mampu bersabar bersamanya. Musa
meminta maaf kepadanya kerana lagi-lagi ia lupa. Musa berjanji tidak
akan bertanya lagi. Musa berkata ini adalah kesempatan terakhirku untuk
menemanimu. Mereka pun pergi dan meneruskan perjalanan. Mereka memasuki
suatu desa yang sangat bakhil. Musa tidak mengetahui mengapa mereka
berdua pergi ke desa itu dan mengapa tinggal dan bermalam di sana.
Makanan yang mereka bawa habis, lalu mereka meminta makanan kepada
penduduk desa itu, tetapi penduduk itu tidak mau memberi dan tidak mahu
menjamu mereka.
Kemudian datanglah waktu petang. Kedua
orang itu ingin beristirahat di sebelah dinding yang hampir roboh. Musa
dibuat terkejut ketika melihat hamba itu berusaha membangun dinding yang
nyaris roboh itu. Bahkan ia menghabiskan waktu malam untuk memperbaiki
dinding itu dan membangunnya seperti baru. Musa sangat hairan melihat
tindakan gurunya. Bagi Musa, desa yang bakhil itu seharusnya tidak layak
untuk mendapatkan pekerjaan yang gratis ini. Musa berkata: "Seandainya
engkau mau, engkau bisa mendapat upah atas pembangunan tembok itu."
Mendengar perkataan Musa itu, hamba Allah swt itu berkata kepadanya:
"Ini adalah batas perpisahan antara dirimu dan diriku." Hamba Allah swt
itu mengingatkan Musa tentang pertanyaan yang seharusnya tidak
dilontarkan dan ia mengingatkannya bahwa pertanyaan yang ketiga adalah
akhir dari pertemuan.
Hamba soleh itu menyingkapkan
tiga hal iu pada Musa: ia memberitahunya bahawa ilmunya, yakni ilmu Musa
sangat terbatas, kemudian ia memberitahunya bahawa banyak dari musibah
yang terjadi di bumi justru di balik itu terdapat rahmat yang besar.
Pemilik perahu itu akan menganggap bahawa usaha melubangi perahu mereka
merupakan suatu bencana bagi mereka tetapi sebenarnya di balik itu
terdapat kenikmatan, yaitu kenikmatan yang tidak dapat diketahui kecuali
setelah terjadinya peperangan di mana raja akan memerintahkan untuk
merampas perahu- perahu yang ada. Lalu raja itu akan membiarkan
perahu-perahu yang rosak. Dengan demikian, sumber rezeki
keluarga-keluarga mereka akan tetap terjaga dan mereka tidak akan mati
kelaparan. Demikian juga orang tua anak kecil yang terbunuh itu akan
menganggap bahawa terbunuhnya anak kecil itu sebagai musibah, namun
kematiannya justru membawa rahmat yang besar bagi mereka kerana Allah
swt akan memberi merekasebagai ganti darinya anak yang baik yang dapat
menjaga mereka dan melindungi mereka pada saat mereka menginjak masa tua
dan mereka tidak akan menampakkan kelaliman dan kekufuran seperti anak
yang terbunuh.Dan yang ketiga ketika hamba Allah membangun bangunan yang
sudah roboh karena dalam setiap dindingnya ada harta dan jika roboh
maka harta itu akan dapat dicuri orang.Demikianlah bahwa nikmat
terkadang membawa sesuatu bencana dan sebaliknya, suatu bencana
terkadang membawa nikmat. Banyak hal yang lahirnya baik ternyata justru
di balik itu terdapat keburukan.
(Sumber: surat al kahfi ayat 61-82 )
kembali
No comments:
Post a Comment
Silakan Tuliskan Komentar Anda Tentang Blog Ini dan Juga Tentang Postingannya, Komentar dan Masukkan Anda Sangat Berarti Untuk Perkembangan Blog Ini
Beri Tahu Kami Jika Ada Link Download Yang Tidak Bekerja atau Tidak Bisa Dibuka
TERIMA KASIH...!!!