“Dia adalah Pemuda Pemilik Lisan yang Senantiasa Bertanya dan Hati
yang Berakal”(Umar bin Khattab)
Dia adlaah tokoh sahabat ternama yang memiliki kemulyaan dari
dirinya. Ia tidak pernah ketinggalan untuk mendapatkan kemulyaan:
Pada dirinya telah terkumpul kemulyaan menjadi seorang sahabat
Rasul, meski ia lahir terlambat namun ia mendapatkan kemuliaan menjadi
salah seorang sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam.
Ia juga mendapatkan kemuliaan karena masih ada hubungan kerabat
dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Dia adalah sepupu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Ia juga mendapatkan kemuliaan atas ilmunya, sebab ia adalah tinta ummat
Muhammad, dan lautan ilmu ummat Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam.
Ia juga mendapatkan kemuliaan atas ketaqwaan yang dimilikinya. Ia
adalah orang yang senantiasa puasa di siang hari dan melakukan qiyam
pada malam hari. Sering beristighfar pada waktu sahur, menangis karena
takut kepada Allah Subhanu wata'ala sehingga air mata membasahi kedua pipinya.
Dialah Abdullah bin Abbas sebagai seorang rabbani ummat
Muhammad. Dia adalah orang yang paling mengerti tentang Kitabullah di
antara ummat Muhammad. Dia adalah orang yang paling paham tentang
takwil Al Qur’an, paling mampu menyelaminya dan memahami tujuan dan
rahasia Al Qur’an.
Ibnu Abbas dilahirkan 3 tahun sebelum hijrah. Saat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
wafat, dia baru berusia 13 tahun. Meski demikian ia telah mampu
menghapalkan 1660 hadits dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam yang dituliskan oleh Bukhari dan
Muslim dalam kitab shahih mereka berdua.
Begitu ibunya melahirkan Abdullah, ia membawanya menghadap
Rasulullah Saw untuk ditahniq dengan ludah Beliau. Maka hal yang
pertama kali masuk ke dalam perut Ibnu Abbas adalah air liur Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam
yang suci dan penuh berkah. Beserta dengan air liur tersebut, masuk juga
ke dalam lambungnya ketaqwaan dan hikmah.
“Siapa yang diberi hikmah, maka ia telah diberi kebaikan yang
banyak.” (QS. al-Baqarah [2] : 269)
Begitu pemuda berbangsa Hasyimi tumbuh dewasa dan menginjak usia
tamyiz, ia selalu mendampingi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam seperti layaknya seorang
saudara.
Ibnu Abbas menyiapkan air jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam hendak berwudhu. Ia
melakukan shalat di belakang Rasulullah. Setiap kali Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
bepergian, Ibnu Abbas selalu berada di belakang Rasul dalam kendaraan
yang sama.
Sehingga ia bagaikan bayangan yang selalu mengikuti Rasul apabila
Beliau berjalan. Ia selalu berada di sekeliling Rasul, dimana saja Beliau
berada.
Dalam semua kondisi tadi, Ibnu Abbas selalu membawa hati yang
hidup, pikiran yang jernih dan menghapalkan apa saja sehingga ia dapat
mengalahkan semua alat rekam yang dikenal pada zaman modern ini.
Ia bercerita tentang dirinya:
“Suatu saat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam hendak berwudhu. Lalu aku segera
menyiapkan air untuk Beliau sehingga Beliau senang dengan apa yang aku
lakukan.
Tatkala Beliau hendak melakukan shalat, Beliau memberikan isyarat
kepadaku supaya aku berdiri di sampingnya, dan aku pun berdiri di
belakang Beliau.
Begitu shalat usai, Beliau menoleh ke arahku dan bersabda: “Mengapa
engkau tidak berdiri di sampingku, ya Abdullah?” Aku menjawab: “Engkau
adalah manusia terhormat dalam pandanganku dan aku tidak pantas
berdiri di sampingmu.”
Kemudian Beliau mengangkat kedua tangannya ke arah langit seraya
berdo’a: “Ya Allah, berikanlah kepadanya hikmah!”
Allah telah mengabulkan do’a Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wasallam sehingga Allah
memberikan pemuda Al Hasyimi ini sebagian hikmah yang mengalahkan
kehebatan para ahli hikmah terbesar.
Tidak dipungkiri bahwa Anda ingin mengetahui sebuah kisah hikmah
milik Abdullah bin Abbas. Inilah sebagian kisahnya dan Anda akan
mendapati apa yang Anda cari:
Tatkala sebagian pendukung Ali meninggalkannya, dan menyalahkan
Ali dalam konflik yang terjadi antara dia dan Muawiyah ra. Abdullah bin
Abbas berkata kepada Ali ra: “Izinkan aku, wahai Amirul Mukminin untuk
mendatangi kaummu dan berbicara kepada mereka!” Ali menjawab: “Aku
khawatir terhadap keselamatanmu dari kejahatan mereka.” Ibnu Abbas
menjawab: “Insya Allah, tidak.”
Kemudian Ibnu Abbas mendatangi mereka dan ia belum pernah melihat
kaum yang lebih giat beribadah daripada mereka.
Mereka berkata: “Selamat datang kepadamu, ya Ibnu Abbas! Ada apa
engkau datang ke sini?!”
Ia menjawab: “Aku datang untuk berbicara kepada kalian.”
Sebagian mereka berseru: “Jangan kalian berbicara dengannya!”
Sebagian lain dari mereka berkata: “Katakanlah, kami akan
mendengarkannya darimu!”
Ibnu Abbas berkata: “Ceritakanlah kepadaku apa yang kalian tidak sukai
dari sepupu Rasulullah, dan suami dari putri Beliau serta orang yang
pertama kali beriman kepada Beliau?!” Mereka menjawab: “Kami tidak
menyukai tiga perkara dari dirinya!” Ibnu Abbas bertanya: “Apa saja?”
Mereka menjawab: “Pertama: ia telah mengangkat orang untuk
memberikan keputusan dalam agama Allah. Kedua: ia telah berperang
melawan Aisyah dan Mu’awiyah, dan tidak mengambil ghanimah serta
budak. Ketiga: Ia menghapuskan gelar Amirul Mukminin dari dirinya
padahal kaum muslimin telah berbaiat kepadanya dan menjadikan dirinya
sebagai amir mereka.”
Ibnu Abbas menjawab: “Bagaimana pendapat kalian kalau aku
membacakan kepada kalian beberapa ayat dari Kitabullah dan hadits dari
Rasulullah yang kalian tidak pungkiri kebenarannya. Apakah kalian akan
menarik ucapan kalian ini?” Mereka menjawab: “Baiklah!” Ibnu Abbas
Sumber kisah ini terdapat dalam Bukhari, Muslim dan Musnad Imam Ahmad bin Hanbal
Maksudnya adalah Ali menerima keputusan antara dirinya dengan Muawiyah yang dilakukan
oleh Abu Musa Al Asy’ari dan Amr bin Ash
berkata: “Perkataan kalian bahwa ia telah mengangkat orang untuk
memberikan keputusan dalam agama Allah. Maka Allah Subhanu wata'ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh
binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barangsiapa diantara
kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah
mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang
dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu.”
(QS. al-Maidah [5] : 95)
Aku bersumpah kepada Allah dihadapan kalian, apakah keputusan
orang dalam menjaga darah dan jiwa mereka serta menjaga hubungan baik
di antara mereka lebih baik dari keputusan mereka atas kelinci yang hanya
seharga 4 dirham saja?”
Mereka menjawab: “Yang lebih baik adalah keputusan mereka dalam
menjaga tumpahnya darah kaum muslimin dan menjaga hubungan baik
diantara mereka.”
Ibnu Abbas bertanya: “Apakah kita sudah sepakat dalam masalah ini?”
Mereka menjawab: “Ya, kita sepakat!”
Ibnu Abbas berkata: “Adapun ucapan kalian: bahwa Ali melakukan
perang namun tidak menjadikan Aisyah sebagai budaknya sebagaimana
Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam selalu menangkap wanita milik musuh sebagai budak. Apakah
kalian menginginkan untuk menjadikan ibu kalian ‘Aisyah menjadi budak
kalian yang dapat kalian pergauli sebagaimana layaknya budak wanita?!
Jika kalian mengatakan ‘ya’ maka kalian telah kafir. Jika kalian mengatakan
bahwa ia bukanlah ibu kalian, maka kalian juga telah kafir. Allah Subhanu wata'ala
berfirman:
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari
diri mereka sendiri dan isteri-isterinya adalah ibu-ibu mereka.” (QS.
al-Ahzab [33] : 6)
Pilihlah mana yang kalian sukai bagi diri kalian.”
Kemudian Ibnu Abbas bertanya: “Apakah kita sepakat mengenai hal
ini?” Mereka menjawab: “Ya, kami sepakat!”
Ibnu Abbas berkata lagi: “Sedangkan perkataan kalian yang
mengatakan bahwa Ali telah menghapuskan gelar Amirul Mukminin, itu
disebabkan karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam saat Beliau meminta kepada kaum
musyrikin pada perjanjian Hudaibiyah untuk menuliskan dalam perjanjian damai yang Beliau adakan bersama mereka “Inilah yang diputuskan oleh
Muhammad Rasulullah” Mereka berkata: ‘Kalau kami beriman bahwa
engkau adalah Rasulullah, maka kami tidak akan menghalangimu untuk
datang ke Baitullah dan kami tidak akan memerangimu, akan tetapi
tuliskanlah ‘Muhammad bin Abdullah.’ Maka saat mereka berkata
demikian Rasul bersabda: “Demi Allah, saya adalah Rasulullah meski kalian
mendustaiku.”
Ibnu Abbas bertanya: “Apakah kita sepakat dalam masalah ini?”
Mereka menjawab: “Ya, kami sepakat!”
Maka hasil dari pertemuan itu, dan hasil dari hikmah yang begitu
mendalam yang ditampilkan Ibnu Abbas telah membuat 20 ribu orang
kembali bergabung dengan pasukan Ali, dan masih ada 4 ribu lagi orang
yang berkeras untuk memusuhi Ali dan berpaling dari kebenaran.
Pemuda bernama Abdullah bin Abbas ini telah menempuh semua jalan
untuk mendapatkan ilmu, dan mengeluarkan segala kemampuannya untuk
meraihnya.
Ia telah meminum air wahyu dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam selagi Beliau hidup.
Begitu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam kembali ke pangkuan Tuhannya, maka Ibnu Abbas
belajar langsung dengan para ulama sahabat.
Ia bercerita tentang dirinya: “Jika aku mendengar ada sebuah hadits
yang dimiliki oleh salah seorang sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, maka aku akan
mendatangi pintu rumahnya pada waktu qailulah61 dan aku akan
membentangkan selendangku digerbang rumahnya. Maka debu pun
beterbangan di atas tubuhku. Kalau aku ingin meminta izin agar
diperbolehkan masuk, pasti ia akan mengizinkanku…
Akan tetapi, aku melakukan hal itu sebagai penghormatan terhadap
dirinya. Jika ia keluar dari rumahnya dan melihatku dalam kondisi
demikian, ia akan berkata: “Wahai sepupu Rasulullah, apa yang
membuatmu datang ke sini?! Apakah engkau tidak berkirim surat saja
sehingga aku datang kepadamu?”
Maka aku menjawab: “Aku yang lebih pantas untuk datang kepadamu.
Ilmu itu didatangi bukan datang sendiri.” Kemudian aku menanyakan
kepadanya tentang hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
Sebagaimana Ibnu Abbas menghinakan dirinya saat menuntut ilmi, ia
juga memulyakan derajat ulama.
61
Waktu tidur di siang hari
Inilah Zaid bin Tsabit sang penulis wahyu dan pemuka Madinah dalam
urusan qadha, fiqih, qira’at dan al faraidh62 yang saat itu hendak
menunggangi kendaraannya, lalu berdirilah pemuda Al Hasyimi bernama
Abdullah bin Abbas dihadapannya seperti berdirinya seorang budak
dihadapan tuannya. Ia memegang kendali tunggangan tuannya.
Zaid berkata kepada Ibnu Abbas: “Tidak usah kau lakukan itu, wahai
sepupu Rasulullah!” Ibnu Abbas menjawab: “Inilah yang diajarkan kepada
kami untuk bersikap kepada para ulama!” Zaid lalu berkata: “Perlihatkan
tanganmu kepadaku!”
Ibnu Abbas lalu menjulurkan tangannya. Lalu Zaid mendekati tangan
tersebut dan menciuminya seraya berkata: “Demikianlah, kami
diperintahkan untuk bersikap kepada ahlu bait Nabi kami.”
Ibnu Abbas telah menempuh perjalanan dalam menuntut ilmu yang
dapat membuat unta jantan tercengang…
Masruq bin Al Ajda’ salah seorang tabi’in ternama berkata tentang diri
Ibnu Abbas: “Jika aku melihat Ibnu Abbas, menurutku dia adalah manusia
yang paling tampan. Jika ia berkata, maka menurutku ia adalah orang yang
paling fasih. Jika ia berbicara, menurutku ia adalah orang yang paling
alim.”
Begitu Ibnu Abbas merasa puas dengan obsesi yang dikejarnya sebagai
penuntut ilmu, maka ia beralih menjadi seorang muallim yang
mengajarkan ilmu kepada manusia.
Maka rumah Ibnu Abbas menjadi seperti sebuah universitas bagi kaum
muslimin. Benar, bagai sebuah universitas seperti universitas yang ada pada
zaman sekarang ini.
Perbedaan yang mendasar antara universitas Ibnu Abbas dan
universitas masa kini adalah bahwa universitas pada masa kini memiliki
puluhan bahkan ratusan dosen. Sedangkan universitas Ibnu Abbas hanya
memiliki seorang dosen saja, yaitu Ibnu Abbas sendiri.
Salah seorang sahabatnya meriwayatkan: “Aku melihat Ibnu Abbas
memiliki sebuah majlis yang dapat membuat bangga seluruh bangsa
Quraisy. Aku pernah melihat banyak orang yang berkumpul di jalan
menuju rumah Ibnu Abbas sehingga jalan terasa sempit sekali dan mereka
hampir menutupi jalan tersebut dari pandangan manusia. Lalu aku masuk
ke rumah Ibnu Abbas dan kabarkan padanya bahwa banyak manusia
berkumpul di depan pintu rumahnya. Ia berkata kepadaku: ‘Siapkan air
62
Faraidh; adalah ilmu pembagian harta waris terhadap ahli waris
untuk aku berwudhu!’ kemudian ia berwudhu dan duduk. Lalu ia berkata:
‘Keluarlah dan katakan kepada mereka, siapa yang ingin bertanya tentang
Al Qur’an dan hurufnya maka masuklah!’ Maka aku pun keluar dan aku
katakan hal itu kepada mereka. Mereka pun masuk sehingga memenuhi
seluruh isi rumah dan kamar. Tidak ada satu pertanyaan yang mereka
lontarkan, kecuali ia jawab. Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari
apa yang mereka tanyakan. Kemudian ia berkata kepada mereka:
‘Lapangkanlah jalan untuk sahabat-sahabat kalian!’ Lalu mereka pun
keluar semuanya.
Kemudian ia berkata kepadaku: ‘Keluarlah dan katakan, Siapa yang
hendak bertanya tentang tafsir dan takwil Al Qur’an maka masuklah! Maka
aku pun keluar dan aku katakan hal itu kepada mereka.
Lalu masuklah orang-orang hingga seluruh rumah dan kamar terisi
penuh. Tidak ada pertanyaan yang mereka lontarkan, kecuali ia jawab.
Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari apa yang mereka tanyakan.
Kemudian ia berkata kepada mereka: ‘Lapangkanlah jalan untuk sahabat-
sahabat kalian!’ Lalu mereka pun keluar semuanya.
Kemudian ia berkata kepadaku: ‘Keluarlah dan katakan kepada mereka,
siapa yang hendak bertanya tentang halal dan haram serta fiqih maka
masuklah!’ Maka aku pun keluar dan aku katakan hal itu kepada mereka.
Lalu masuklah orang-orang hingga seluruh rumah dan kamar terisi
penuh. Tidak ada pertanyaan yang mereka lontarkan, kecuali ia jawab.
Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari apa yang mereka tanyakan.
Kemudian ia berkata kepada mereka: ‘Lapangkanlah jalan untuk sahabat-
sahabat kalian!’ Lalu mereka pun keluar semuanya. ”
Kemudian ia berkata kepadaku: ‘Keluarlah dan katakan kepada mereka,
siapa yang hendak bertanya tentang faraidh dan sebagainya maka
masuklah!’ Maka aku pun keluar dan aku katakan hal itu kepada mereka.
Lalu masuklah orang-orang hingga seluruh rumah dan kamar terisi
penuh. Tidak ada pertanyaan yang mereka lontarkan, kecuali ia jawab.
Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari apa yang mereka tanyakan.
Kemudian ia berkata kepada mereka: ‘Lapangkanlah jalan untuk sahabat-
sahabat kalian!’ Lalu mereka pun keluar semuanya.
Kemudian ia berkata kepadaku: ‘Keluarlah dan katakan kepada mereka,
siapa yang hendak bertanya tentang bahasa Arab, syair dan ucapan bangsa
Arab yang asing maka masuklah!’ Maka aku pun keluar dan aku katakan
hal itu kepada mereka.
Lalu masuklah orang-orang hingga seluruh rumah dan kamar terisi
penuh. Tidak ada pertanyaan yang mereka lontarkan, kecuali ia jawab.
Bahkan ia menambahkan jawaban lebih dari apa yang mereka tanyakan.”
Periwayat kisah ini berkata: “Jika bangsa Quraisy bangga akan hal ini,
sudah sepantasnyalah mereka bangga!”
Ibnu Abbas ra lalu membagi ilmu yang ia miliki pada beberapa hari
sehingga hal tersebut tidak terjadi lagi kerumunan manusia di pintu
rumahnya.
Maka ia kemudian membuka sebuah majlis pada hari tertentu di mana
ia hanya mengajarkan tafsir. Satu hari hanya untuk mengajarkan fiqih.
Satu hari hanya untuk mengajarkan kisah peperangan Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam. Satu hari
hanya untuk mengajarkan syair. Satu hari hanya untuk mengajarkan
sejarah bangsa Arab. Tidak ada seorang berilmu yang menghadiri
majlisnya, kecuali tunduk dihadapnnya. Tidak ada orang yang bertanya
kepadanya, kecuali mendapatkan jawaban dan ilmu darinya.
Ibnu Abbas dengan keutamaan ilmu dan pemahaman yang ia miliki
telah menjadi penasehat khulafaur rasyidin meskipun ia masih berusia
muda.
Jika Umar bin Khattab memiliki masalah yang sulit untuk dipecahkan
maka ia akan mengundang para pembesar sahabat termasuk di antara
mereka adalah Abdullah bin Abbas. Jika Ibnu Abbas sudah hadir, maka
Umar akan memuliakannya dan merendahkan derajat diri Umar dan
berkata: “Kami memiliki permasalahan sulit yang hanya dapat dipecahkan
oleh orang-orang sepertimu!”
Umar suatu saat pernah dikecam karena lebih mendahulukan Ibnu
Abbas dan menyamakan Ibnu Abbas dengan orang-orang tua, padahal ia
adalah seorang pemuda. Umar pun berkata: “Dia adalah seorang pemuda
kahul63 yang memiliki lisan senantiasa bertanya dan hati yang berakal.”
Meski Ibnu Abbas sering memberikan pengajaran kepada kalangan
khusus, namun ia tidak pernah lupa hak kalangan umum pada dirinya. Ia
masih saja membuat majlis untuk memberi nasihat dan peringatan bagi
manusia awam.
Salah satu dari nasehatnya adalah ucapannya kepada para pelaku
kejahatan dan dosa: “Wahai orang yang melakukan dosa, janganlah
engkau merasa aman dari hasil perbuatan dosamu. Ketahuilah konsekuensi
dari perbuatan dosa itu lebih besar daripada dosa itu sendiri. Ketahuilah
ketidak-maluanmu dengan orang yang berada di kanan dan kirimu saat
engkau melakukan dosa itu tidak akan mengurangi dosamu. Ketahuilah
bahwa tawamu saat melakukan dosa dan engkau tidak tahu apa yang akan
Allah perbuat terhadap dirimu itu lebih besar dari dosa yang kau lakukan.
Ketahuilah kebahagiaanmu saat berdosa jika kau melakukannya itu lebih
besar dari dosa itu sendiri. Ketahuilah kesedihanmu apabila kau tak sempat
63
Berusia antara 30-50 tahun
angin yang dapat menyingkapkan rahasiamu saat engkau melakukan
perbuatan dosa dan hatimu tidak takut dengan pandangan Allah kepada
dirimu, itu lebih besar dari dosa.
Pahai pelaku dosa: ‘Apakah engkau tahu dosa apayang telah diperbuat
oleh Ayyub as ketika Allah menguji dirinya dan hartanya? Dosanya adalah
saat ada seorang yang miskin meminta tolong kepadanya untuk melawan
kezaliman atas dirinya, Ayyub tidak berkenan membantunya.”
Ibnu Abbas bukanlah termasuk orang yang dapat berkata namun tidak
mampu melakukannya. Ia juga tidak termasuk orang yang bisa melarang,
namun malah mengerjakannya. Dia adalah orang yang senantiasa berpuasa
pada waktu siang, dan melakukan qiyam pada saat malam.
Abdullah bin Mulaikah mengisahkan tentang Ibnu Abbas:
“Aku menemani Ibnu Abbas dari Mekkah ke Madinah. Jika kami
singgah di suatu tempat, tengah malam ia melakukan qiyam dan manusia
lain tertidur karena kelelahan. Suatu malam aku melihatnya sedang
membaca:
“Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya.Itulah yang
kamu selalu lari dari padanya.” (QS. Qaaf [50] : 19)
Ia terus mengulangi ayat tersebut dan menangis dengan suara yang
keras hingga fajar menjelang.
Sejak itu kami tahu bahwa Ibnu Abbas adalah manusia yang paling
tampan, manusia yang paling cerah wajahnya. Ia selalu menangis karena
takut kepada Allah sehingga air mata selalu membasahi kedua pipinya yang
bagus.”
Ibnu Abbas telah mencapai batas kemuliaan ilmu.
Hal itu karena pada tahun tertentu khalifatul muslimin Mua’wiyah bin
Abi Sufyan hendak melakukan haji. Dan Ibnu Abbas juga hendak
melakukan haji juga, akan tetapi ia tidak memiliki kekuatan dan
kekuasaan. Mua’wiyah diiringi oelh segerombolan pembantu
kenegaraannya. Namun Ibnu Abbas memiliki rombongan yang
mengalahkan rombongan khalifah yang terdiri dari para penuntut ilmu.
Ibnu Abbas berusia 71 tahun yang ia hias dengan mengisi dunia
dengan ilmu, pemahaman, hikmah dan taqwa.
Saat ia wafat, Muhammad bin Al Hanafiah64 memimpin shalat jenazah
atasnya dengan diiringi oleh para sahabat Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam yang tersisa dan para
pembesar tabi’in.
Saat mereka sedang menguburkan jasadnya, mereka mendengar ada
orang yang membacakan ayat:
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang puas lagi diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah
hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. al-Fajr
[89] : 27-30)
Sumber : Kisah Heroik 65 Orang Sahabat Rosulullah
No comments:
Post a Comment
Silakan Tuliskan Komentar Anda Tentang Blog Ini dan Juga Tentang Postingannya, Komentar dan Masukkan Anda Sangat Berarti Untuk Perkembangan Blog Ini
Beri Tahu Kami Jika Ada Link Download Yang Tidak Bekerja atau Tidak Bisa Dibuka
TERIMA KASIH...!!!