اَلسَّلَامُ عَلَيْكُم بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
LCD Text Generator at TextSpace.net
LCD Text Generator at TextSpace.net
small rss seocips Murottal Qur'an
Sambil dengerin ngaji yuukk, baca postingannya, klik tombol play nya !!!

Thursday, March 24, 2016

Ady Bin Hatim Al Tha’i

“Engkau Akan Aman Bila Mereka Kafir. Engkau Akan Paham Jika
Mereka Ingkar. Engkau Akan Memenuhi Janji Jika Mereka
Berkhianat. Engkau Akan Datang Jika Mereka Lari.”
(Umar Bin
Khattab)

Pada tahun ke-9 H seorang raja dari bangsa Arab masuk Islam setelah
menolaknya sekian lama. Setelah sekian lama berpaling dan menghalangi
orang lain, akhirnya ia beriman. Ia juga menjadi taat dan patuh kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam setelah sebelumnya begitu membangkang.
Dialah Ady bin Hatim At Tha’i yang dijadikan perumpamaan sebagai
kedermawanan ayahnya.
Ady mewarisi kerajaan Tha’i dari ayahnya. Ia mewajibkan seperempat
ghanimah yang didapat kaumnya untuk disetor kepadanya. Dan ia
memegang kekuasaan tertinggi atas kaumnya.
Begitu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melakukan dakwahnya secara terang-terangan,
dan banyak bangsa Arab yang mau menerimanya daerah demi daerah. Ady
melihat bahwa dalam dakwah Rasulullah ada kepemimpinan yang dapat
mengambil alih kepemimpinannya. Ia pun lalu menentang Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
dengan keras –padahal ia sendiri belum mengenalnya- dan membenci
Beliau sebelum melihatnya secara langsung.
Permusuhannya dengan Islam berlangsung hampir selama 20 tahun
sehingga Allah Subhanu wata'ala melapangkan dadanya untuk menerima dakwah
kebenaran dan petunjuk.
Proses masuknya Ady bin Hatim ke dalam Islam memiliki cerita
tersendiri... Kami akan membiarkan ia menceritakan hal ini sendiri; sebab
dialah yang sepantasnya bercerita tentang hal ini.
Ady berkata: 
Tidak ada seorangpun dari bangsa Arab yang melebihiku dalam
membenci Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam saat aku mendengar namanya. Aku tadinya
adalah seorang yang terpandang dan beragama Nashrani. Aku menetapkan
kepada kaumku bahwa aku mendapatkan seperempat harta ghanimah
sehingga aku pun mengambil seperempat harta tersebut sebagaimana yang sering dilakukan oleh para raja Arab. Begitu aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam aku amat membencinya.
Begitu dakwahnya semakin mantap, kekuatan pasukannya semakin
bertambah, dan tentaranya sudah mampu menaklukan timur dan barat
arab; aku katakan kepada seorang budak yang bertugas menggembala
untaku: “Siapkan untukku seekor unta yang gemuk dan mudah dikendarai.
Ikatkanlah ia di dekatku. Jika kau mendengar bahwa tentara atau pasukan
Muhammad sudah masuk ke dalam negeri ini, beritahukan aku!”
Pada suatu pagi, budakku datang menghadap sambil berkata: “Tuanku,
Jika kau berniat untuk berangkat jika kuda pasukan Muhammad telah
memasuki wilayahmu, maka lakukanlah sekarang!”
Aku bertanya: “Memangnya kenapa?!” Ia berkata: “Aku telah melihat
panji-panji di seluruh penjuru negeri. Aku bertanya apa maksudnya ini.
Ada orang yang berkata kepadaku bahwa ini adalah pasukan Muhammad!”
Langsung aku katakan padanya: “Siapkan unta yang pernah aku bilang dan
bawa kepadaku!”
Kemudian aku bangkit; lalu aku mengajak istri dan anak-anakku untuk
pergi ke suatu tempat yang aku senangi. Lalu aku berangkat segera menuju
negeri Syam untuk bergabung dengan penganut agama Nashrani dan
tinggal bersama mereka di sana.
Karena tergesa-gesa aku tidak memperhatikan semua keluargaku.
Begitu aku melewati tempat yang berbahaya, aku memeriksa keluargaku,
ternyata ada saudariku yang tertinggal di Najd bersama beberapa orang
yang lain di Tha’i.
Aku tidak sempat lagi kembali menjemput mereka.
Aku pun meneruskan perjalanan bersama orang-orang yang
menemaniku hingga tiba di Syam. Aku tinggal di sana bersama pengikut
agama Nashrani yang lain. Sedangkan saudariku barangkali telah terkena
sesuatu yang aku khawatirkan dan takutkan.

Ketika di Syam aku mendengar bahwa tentara Muhammad telah
menyerang negeri kami dan telah menawan saudariku bersama tawanan
yang lain dan kini telah digiring ke Yatsrib.
Di sana ia terikat bersama tawanan yang lain di sebuah pekarangan
depan pintu mesjid. Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam melintas dihadapannya dan ia pun
berdiri dan berkata kepada Rasul: “Ya Rasulullah, Ayahku telah mati dan
penggantinya menghilang; kasihilah kami dan Allah akan mengasihimu!”
Rasul bertanya: “Siapa pengganti ayahmu?” Ia menjawab: “Ady bin Hatim.”
Rasul bertanya dengan nada keheranan: “Orang yang lari dari Allah
dan Rasul-Nya?!”
Lalu Rasulullah Saw pergi dan meninggalkannya. 

Keesokan harinya Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam melintas lagi dihadapan saudariku dan
saudariku berkata kepadanya seperti apa yang ia ucapkan sebelumnya. Dan
Rasul pun menjawabnya dengan ucapan seperti sebelumnya. Esok lusanya
Rasul melintas lagi di hadapannya dan saudariku sudah putus asa dan tidak
berkata apapun kali ini. Lalu ada seorang pria dari belakang Rasul yang
memberi isyarat kepada saudariku untuk berdiri dan berbicara kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam. Saudariku pun berdiri dan berkata: “Ya Rasulullah, Ayahku
telah mati dan penggantinya menghilang; kasihilah kami dan Allah akan
mengasihimu!”  Rasul langsung menjawab: “Aku telah melakukannya.” Ia
berkata lagi: “Aku ingin menyusul keluargaku di Syam.” Rasul bersabda:
“Tidak usah terburu-buru pergi hingga engkau mendapati orang yang kau
percaya untuk membawamu ke Syam. Jika kau telah menemukan orang
yang tepat, beritahukan aku!”
Begitu Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam berlalu, saudariku menanyakan tentang pria yang
telah memberi isyarat kepadanya untuk berbicara kepada Rasul. Lalu ada
yang mengatakan padanya bahwa pria tadi adalah Ali bin Abi Thalib ra.
Saudariku lalu tinggal di sana hingga datang sebuah rombongan di
mana salah seorang anggotanya dapat dipercaya oleh saudariku. Maka
saudariku datang menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallamw dan berkata: “Ya Rasulullah,
ada rombongan kaumku yang baru datang. Ada orang yang aku percaya di
antara mereka dan mampu mengantarkan aku.” Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam
memberikan kepadanya pakaian dan unta yang dapat ditungganginya. Dan
Beliau juga memberikan beberapa uang secukupnya. Dan akhirnya
saudariku pergi bersama rombongan tadi.
Ady meneruskan ceritanya: “Setelah itu, kami selalu mencari informasi
tentang diri saudariku. Kami menunggu kedatangannya. Dan kami hampir
saja tidak mempercayai kisah dirinya dengan Muhammad yang begitu baik
memperlakukan saudariku tanpa pernah memandang sikapku kepadanya.”
Demi Allah, saat itu aku sedang  duduk bersama keluarga ketika aku
melihat ada seorang perempuan yang berada di sekudupnya sedang  menuju ke arah kami.
Aku langsung berseru: “Putri Hatim. Itu dia. Itu dia!”
Begitu ia sampai ia langsung berkata: “Dasar pemutus hubungan
keluarga! Dasar zhalim! Engkau bisa membawa anak dan istrimu dan kau
tinggalkan orang tua dan saudara-saudaramu!”
Akupun berkata: “Saudariku, janganlah berkata apapun kecuali yang
baik-baik saja!” Aku membujuknya terus hingga ia pun luluh. Ia lalu
bercerita tentang kisahnya. Dan rupanya persis seperti yang pernah aku
dengar. Aku bertanya kepadanya-dia adalah seorang wanita yang cerdas-:
“Apa pendapatmu tentang pria itu (maksudnya Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam)?” Ia
menjawab: “Demi Allah, pendapatku lebih baik kau bergabung dengannya
segera. Jika ia adalah seorang  Nabi maka orang yang lebih cepat mengikutinya akan mendapatkan kemuliaan. Jika dia adalah seorang raja,
maka engkau tidak akan menjadi hina bersamanya. Engkau akan tetap
menjadi engkau.”

Ady berkata: Akupun mempersiapkan bekalku lalu berangkat hingga
aku menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam di Madinah tanpa membawa pengamanan
dan tanpa surat apapun. Aku pernah mendengar bahwa ia berkata: “Aku
berharap Allah menjadikan tangan Ady bersama tanganku.” Maka aku
menghadapnya –saat itu Beliau sedang di Masjid- dan aku mengucapkan
salam kepadanya.
Beliau bertanya: “Siapakah orang ini?” Aku menjawab: “Saya adalah
Ady bin Hatim.” Beliau lalu menghampiriku dan menarik tanganku dan
membawaku menuju rumahnya. 
Demi Allah, saat itu Beliau sedang menuju rumahnya saat ada seorang
perempuan lemah dan tua bersama seorang anaknya yang masih kecil dan
membuat Rasul berhenti sejenak. Perempuan tadi mengadukan hajatnya
kepada Rasul. Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam menanggapi wanita dan anaknya tadi sehingga
Beliau memberikan segala kebutuhannya dan aku berdiri menyaksikan hal
itu.
Aku berkata dalam diri: “Demi Allah, dia bukanlah seorang raja.”
Kemudian ia menggandeng tanganku lagi dan membawaku ke
rumahnya. Ia mengambil bantal dari kulit yang diisi dengan  sabut. Beliau
melemparkannya kepadaku dan bersabda: “Duduklah di atasnya!” Aku
menjadi malu dan aku berkata: “Engkau saja yang duduk di atasnya!” Rasul
berkata lagi: “Engkau saja!” Aku pun menuruti dan duduk di atasnya. Dan
Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam duduk di atas tanah karena tidak ada alas lain di rumah Beliau.
Aku berkata dalam diri: “Demi Allah, ini bukanlah kebiasaan seorang
raja.”
Kemudian ia melihat ke arahku sambil bertanya: “Ada apa ya Ady bin
Hatim. Bukankah engkau sudah memeluk sebuah agama antara Nashrani
dan Shabi’ah?” Aku menjawab: “Ya!”
Bukankah engkau mewajibkan seperempat harta ghanimah bagi dirimu
pada kaummu padahal itu tidak diperbolehkan oleh agamamu?!” Aku
menjawab: “Benar...” Aku mengerti bahwa dia adalah seorang Nabi yang
diutus. Ia mengetahui apa yang tidak diketahui.
Kemudian Beliau bersabda kepadaku: “Mungkin wahai Ady, hal yang
membuat kau terhalang untuk masuk ke dalam agama ini adalah hal yang
kau lihat dari kebutuhan dan kefakiran kaum muslimin. Demi Allah,
sebentar lagi harta berlimpah ruah untuk mereka sehingga tidak ada lagi
orang yang akan membutuhkannya.
Barangkali wahai Ady, hal yang membuatmu terhalang untuk masuk ke
dalam agama ini adalah karena engkau melihat jumlah kaum muslimin  yang sedikit dan musuh mereka yang banyak. Demi Allah sebentar lagi
engkau akan mendengar seorang perempuan yang pergi dari Al Qadisiyah
dengan mengendarai unta untuk berkunjung ke rumah ini, ia tidak takut
kepada siapapun selain Allah.
Barangkali hal yang menghalangimu masuk ke dalam agama ini adalah
engkau melihat bahwa kaum muslimin tidak akan mendapatkan
kekuasaan. Demi Allah, sebentar lagi engkau akan mendengar bahwa
istana putih di negeri Babylonia akan mereka taklukkan dan harta
simpanan Kisra bin Hurmuz akan menjadi milik mereka.”
Aku bertanya lagi: “Harta Kisra  bin Hurmuz?!!” Beliau menjawab:
“Benar, harta Kisra bin Hurmuz!”
Mulai saat itu aku mengucapkan syahadat dan akupun masuk Islam.

Ady bin Hatim dianugerahi usia yang panjang. Ia berkata: “Aku telah
membuktikan 2 janji Rasul dan hanya 1 yang belum terwujud. Demi Allah,
pasti janji yang ketiga juga akan terwujud.
Aku telah melihat seorang wanita yang pergi dari Al Qadisiyah dengan
mengendarai unta ia tidak takut kepada siapapun hingga sampai di rumah
ini. Aku juga berada pada barisan berkuda pertama yang menyerang harta
milik Kisra dan kami merebutnya. Aku bersumpah demi Allah, pasti akan
terbukti janji yang ketiga.”
Kehendak Allah berlaku untuk membuktikan sabda Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wasallam
maka janji yang ketiga pun terbukti pada zaman Khalifah Umar bin Abdul
Aziz, dimana harta begitu melimpah harta kaum muslimin sehingga ada
orang yang berseru siapa yang mau mengambil harta zakat kaum
muslimin, namun tidak ada seorang pun yang mengambilnya.
Benar sekali sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan Ady bin Hatim menyaksikan
kebenaran sumpah Beliau.


Sumber : Kisah Heroik 65 Orang Sahabat Rosulullah

No comments:

Post a Comment

Silakan Tuliskan Komentar Anda Tentang Blog Ini dan Juga Tentang Postingannya, Komentar dan Masukkan Anda Sangat Berarti Untuk Perkembangan Blog Ini

Beri Tahu Kami Jika Ada Link Download Yang Tidak Bekerja atau Tidak Bisa Dibuka
TERIMA KASIH...!!!