اَلسَّلَامُ عَلَيْكُم بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
LCD Text Generator at TextSpace.net
LCD Text Generator at TextSpace.net
small rss seocips Murottal Qur'an
Sambil dengerin ngaji yuukk, baca postingannya, klik tombol play nya !!!

Tuesday, March 22, 2016

Abu Ayub Al Anshary (Khalid bin Zaid Al Najary)

“Dimakamkan di Bawah Benteng Kostantinopel”

Ini adalah seorang sosok sahabat besar yang terkenal denga nama
Khalid bin Zaid bin Kalib dari Bani An Najar.
Panggilannya adalah Abu
Ayub, dan ia berasal dari suku Anshar.
Siapakah dari kaum muslimin yang tidak mengenal Abu Ayub Al
Anshary?
Allah telah mengharumkan namanya dari timur hingga ke barat negeri.
Allah telah meninggikan derajatnya saat Ia memilih rumah Abu Ayub
bukan rumah kaum muslimin lainnya saat sebagai tempat singgah
Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam saat Beliau tiba di Madinah sebagai seorang muhajir. Dan
hal ini cukup membuat bangga diri Abu Ayub.
Saat Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam singgah di rumah Abu Ayub ada sebuah kisah yang
amat manis dan indah untuk dikenang.
Hal itu dimulai begitu Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam tiba di Madinah, Beliau disambut
oleh hati terbuka para penduduknya dengan sambutan yang begitu mulia.
Mata mereka memancarkan kerinduan  seorang kekasih kepada Nabi Shallallahu 'alaih wasallam.
Mereka mau membukakan pintu hati mereka bagi Beliau Shallallahu 'alaih wasallam. Mereka juga
membuka pintu mereka agar Nabi Shallallahu 'alaih wasallam mau singgah sebagai tempat
singgah yang paling mulia. Akan tetapi Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam sempat singgah di
Quba
 sebuah dataran yang terdapat di Madinah 4 hari lamanya. Selama
itu Rasulullah sempat membangun sebuah mesjid yang kemudian menjadi
mesjid pertama yang dibangun berdasarkan tqawa.
Kemudian Beliau pergi meninggalkan Quba dengan mengendarai
untanya menuju Madinah, di tengah  perjalanan para pemuka Yatsrib
menghalangi jalan Rasul Shallallahu 'alaih wasallam. Masing-masing dari mereka menginginkan
agar Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam berkenan singgah di rumah salah satu dari mereka…
Masing-masing mereka menarik unta Rasul sambil berkata: “Menginaplah
di rumah kami ya Rasulullah dalam penjagaan dan pengawasan yang
begitu kuat.” Rasul bersabda kepada mereka: “Biarkan unta ini berjalan,
karena ia sudah diperintahkan.” 
Unta Rasul Shallallahu 'alaih wasallam lalu melanjutkan perjalanannya menuju ke tempat
tujuan yang diikuti oleh pandangan mata dan harapan hati para penduduk
                                                      
Madinah… Jika unta tersebut telah melewati sebuah rumah maka
penghuni rumah tadi menjadi sedih dan putus asa dibuatnya, pada saat
yang sama sinar pengharapan masih  terus terpancar pada jiwa para
tetangganya yang belum dilewati oleh unta Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam.
Unta tersebut masih saja melakukan tugasnya dan para manusia
mengikuti jejaknya karena mereka betapa ingin mengetahui siapa yang
akan mendapatkan keberuntungan ini; sehingga unta tersebut tiba di
sebuah pekarangan kosong di depan rumah Abu Ayub Al Anshary, dan
unta tadi langsung duduk di sana…
Akan tetapi meski unta sudah duduk namun Rasulullah belum juga
turun dari punuknya…
Unta tersebut juga terus duduk di sana. Ia tidak lompat, berdiri lalu
pergi, dan Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam melepaskan tali kekang dari untanya. Unta
Beliau masih saja tetap di sana tanpa mengangkat kakinya lagi dan ia masih
tetap di tempat berhentinya yang semula.
Pada saat itu, terbuncah kegembiraan hati Abu Ayub Al Anshary dan ia
langsung menghambur menghampiri Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam untuk menyambut
Beliau. Ia membawakan barang-barang milik Rasulullah seolah ia sedang
membawa harta karun yang terkandung di seluruh dunia ini, dan ia pun
masuk ke dalam rumahnya.

Rumah Abu Ayyub terdiri dari dua tingkat. Abu Ayub mengosongkan
tingkat atas dari rumahnya agar Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam bisa tinggal di sana.
Akan tetapi Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam lebih memilih untuk tinggal di bawah saja.
Dan Abu Ayub pun melakukan permintaan Rasul Shallallahu 'alaih wasallam dan menempatkan
Beliau sesukanya.
Begitu malam mulai datang dan Rasul Shallallahu 'alaih wasallam sudah berada di
peraduannya. Abu Ayub dan istrinya hendak naik ke tingkat atas. Begitu
mereka baru saja mau menutup pintu, Abu Ayub menoleh ke arah istrinya
sambil berkata: “Celaka kamu, apa yang telah kita perbuat? Apakah pantas
Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam berada di bawah dan kita tinggal di atasnya?! Apakah kita
akan melangkah di atas tubuh Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam?! Apakah kita akan berjalan
di antara seorang Nabi dan wahyu?! Kita bisa celaka kalau begitu.”
Akhirnya suami-istri tersebut menjadi bingung dan mereka berdua
tidak tahu mau berbuat apa.
Keduanya merasa tidak tenang kecuali pada saat mereka mau ke bagian
atas rumah di mana tidak tepat berada di atas tubuh Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam.
Mereka berdua dengan hati-hati tidak melangkah kecuali pada sudut
pinggir yang jauh dari tengah.
Begitu menjelang pagi, Abu Ayub berkata kepada Nabi Shallallahu 'alaih wasallam: “Demi
Allah, tadi malam kami tidak bisa tertidur. Baik aku atau Ummu Ayub.”
Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam bertanya: “Mengapa demikian, wahai Abu Ayub?!” Ia  menjawab: “Aku teringat bahwa aku  berada di tengah rumah dimana
Engkau berada di bawahnya, dan aku sadar bahwa jika aku bergerak pasti
akan membuat debu beterbangan dan menimpamu sehingga dapat
mengganggumu. Dan aku teringat bahwa aku akan menghalangi dirimu
dan wahyu.”
Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam lalu bersabda kepadanya: “Tenanglah, wahai Abu Ayub.
Aku lebih senang tinggal di bawah, karena banyak orang yang
mengunjungiku.”

Abu Ayub berkata: “Aku melaksanakan perintah Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam hingga
pada suatu malam yang dingin tempat air kami pecah dan airnya tumpah
dari atas. Maka aku dan Ummu Ayub bergegas menghampiri air tersebut.
Kami tidak memiliki apa-apa selain selembar kain yang kami jadikan lap.
Kami mencoba mengeringkan air tersebut dengan lap tersebut karena
khawatir dapat mengenai Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam.”
Begitu masuk pagi, aku datang kepada Nabi Shallallahu 'alaih wasallam dan aku berkata
kepadanya: “Demi ibu dan bapakku, aku merasa segan berada di atasmu
dan kau berada di bawahku. Dan aku ceritakan kepada Beliau tentang
tempat air yang pecah tadi. Beliau langsung memenuhi permintaanku dan
naik ke bagian atas rumah. Dan aku beserta Ummu Ayub pun pindah ke
bawah.
Nabi Shallallahu 'alaih wasallam tinggal di rumah Abu Ayub selama kira-kira 7 bulan
lamanya. Sehingga selesai pembangunan masjid Rasul di sebuah tanah
kosong yang pernah dipakai sebagai tempat pemberhentian oleh untanya.
Lalu Nabi Shallallahu 'alaih wasallam pindah ke kamar yang  dibangun untuk dirinya dan para
istrinya yang berada di sekitar Masjid. Dan Nabi Shallallahu 'alaih wasallam menjadi tetangga Abu
Ayub. Alangkah mulianya kehidupan bertetangga ini.
Abu Ayub mencintai Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam dengan seluruh hati dan
sanubarinya. Dan Rasul Shallallahu 'alaih wasallam juga mencintai Abu Ayub dengan begitu
cintanya sehingga tak berjarak lagi. Dan Beliau menganggap bahwa rumah
Abu Ayub sudah seperti rumah Beliau.
Ibnu Abbas ra berkata: “Pada suatu siang hari yang panas Abu Bakar
datang ke mesjid dan Umar melihatnya seraya bertanya: ‘Wahai Abu Bakar,
apa yang membuatmu datang ke mesjid pada saat seperti ini?’ Abu Bakar
menjawab: ‘Yang membuatku datang ke mesjid tiada lain karena aku
merasa amat lapar sekali.’ Umar pun bertukas: ‘Demi Allah, saya pun
keluar dari rumah karena saya juga merasa amat lapar.’ Saat keduanya
sedang merasa amat lapar, lalu datanglah Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam ke arah mereka 

sambil bertanya: ‘Apa yang membuat kalian berdua keluar pada saat seperti
ini?’ Keduanya menjawab: ‘Demi Allah, kami keluar dari rumah karena di
rumah kami tidak terdapat apa-apa untuk di makan dan kami merasa amat
lapar.’ Rasul membalas: ‘Demi Allah, Aku pun keluar karena hal yang
sama… kalau begitu, ikutilah aku.”
Akhirnya, mereka bertiga datang ke rumah Abu Ayub Al Anshary ra.
Abu Ayub setiap hari menyisakan makanan untuk Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam. Jika
Rasulullah terlambat datang atau tidak datang pada waktu makan, maka
makanan tersebut ia berikan kepada keluarganya.
Begitu mereka sampai di depan pintu rumah Abu Ayub, maka keluarlah
Ummu Ayub sambil berkata: “Selamat datang kepada Nabi Allah dan orang
yang bersamanya.” Lalu Nabi Shallallahu 'alaih wasallam bertanya kepadanya: “Kemana Abu
Ayub?” Abu Ayub mendengar suara Nabi Shallallahu 'alaih wasallam –saat itu sedang bekerja di
bawah pohon kurma dekat rumahnya- dan ia pun langsung datang
menghadap segera sambil berkata: “Selamat datang kepada Rasulullah dan
orang yang bersamanya.” Kemudian ia menyambung: “Wahai Nabi Allah,
ini bukanlah waktu yang biasanya Engkau datang.” Rasul Shallallahu 'alaih wasallam lalu
menjawab: “Engkau benar.” Lalu Abu Ayub berlari ke arah pohon
kurmanya dan ia memotong satu tandan yang berisikan kurma yang
matang dan belum masak. 
Rasul Shallallahu 'alaih wasallam lalu bersabda: “Aku tak menginginkan dirimu untuk
memotongnya akan tetapi cukup kau petikan saja buahnya untuk kami?”
Abu Ayub menjawab: “Ya Rasulullah, aku amat ingin Engkau memakan
kurma yang masak maupun tidak dari pohon ini, dan aku akan
menyembelih hewan untukmu juga.” Rasul menjawab: ‘Jika kau ingin
menyembelih hewan, sembelihlah namun jangan yang banyak susunya!”
Maka Abu Ayub langsung mengambil seekor anak kambing lalu
menyembelihnya. Lalu ia berkata kepada istrinya: ‘Aduklah adonan dan
buatkan kami roti sebab engkau amat tahu cara membuat roti.’ Ia lalu
mengambil separuh dari anak kambing tadi dan memasaknya. Setengahnya
lagi ia panggang. Begitu makan telah masak dan telah dihidangkan
dihadapan Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam dan kedua sahabatnya, maka Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam langsung mengambil sepotong daging dari anak kambing tadi dan Beliau
meletakkannya dalam roti. Beliau pun bersabda: “Ya Abu Ayub, Bawalah
segera potongan daging ini kepada Fathimah, karena ia belum memakan
apapun seperti ini sejak pagi tadi.” 
Begitu mereka semua telah menikmati makanan dan merasa kenyang,
Nabi Shallallahu 'alaih wasallam bersabda: “Roti, daging, kurma mentah dan kurma masak!!!” Lalu
kedua mata Rasul Shallallahu 'alaih wasallam meneteskan air mata. Beliau pun bersabda: “Demi
jiwaku yang berada dalam genggaman-Nya. Ini adalah kenikmatan yang
akan dipertanyakan kepada kalian di hari kiamat. Jika kalian menemukan
makanan seperti ini dan kalian sudah mulai memegangnya dengan tangan
kalian maka bacalah:  Bismillah.  Jika kalian sudah merasa kenyang maka
bacalah: Alhamdulillah Alladzi Huwa Asyba’na wa An’ama alaina fa
Afdhala (Segala puji bagi Allah Yang telah membuat kami merasa kenyang  dan telah menganugerahkan kepada kami sehingga membuat kami menjadi
mulia).
Lalu Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam bangkit dan berkata kepada Abu Ayub: “Datanglah
menghadap kami besok hari!” 
Rasulullah Shallallahu 'alaih wasallam adalah seorang yang bila menerima jasa baik dari orang
lain maka ia ingin membalas kebaikan tersebut; akan tetapi Abu Ayub
belum pernah mendengar hal itu.
Umar lalu berkata kepada Abu Ayub: “Nabi Shallallahu 'alaih wasallam menyuruhmu untuk
mendatangi Beliau esok hari, wahai Abu Ayub!”
Abu Ayub lalu berkata: “Baik dan aku akan taati perintah Rasulullah.”
Keesokan harinya Abu Ayub datang menghadap Nabi Shallallahu 'alaih wasallam dan Nabi
memberinya seorang budak wanita kecil untuk membantu pekerjaannya.
Rasul berpesan kepada Abu Ayub: “Jagalah ia dengan baik, wahai Abu
Ayub. Tidak ada yang kami dapati darinya selain kebaikan selama ia
bersama kami.”

Abu Ayub kembali ke rumahnya bersama budak wanita kecil itu. Begitu
Ummu Ayub melihat budak tadi ia langsung bertanya: “Milik siapa budak
ini, wahai Abu Ayub?!” Ia menjawab: “Dia milik kita… Rasul Shallallahu 'alaih wasallam telah
memberikannya kepada kita.” Istrinya menjawab: “Agungkanlah orang
yang memberikannya, dan alangkah mulyanya pemberian ini.” Abu Ayub
berkata: “Rasul berpesan agar budak ini diperlakukan dengan baik.”
Istrinya bertanya: “Apa yang mesti kita lakukan untuk melaksanakan pesan
Rasul Shallallahu 'alaih wasallam?” Abu Ayub berkata: “Demi Allah, tidak aku dapati hal yang
lebih baik akan wasiat Rasul Shallallahu 'alaih wasallam daripada membebaskannya.” Istrinya
menjawab: “Engkau telah mendapatkan petunjuk ke arah kebenaran.
Engkau telah diberi taufik.” Maka akhirnya budak tersebut dibebaskan oleh
Abu Ayub.

Inilah sebagian kisah kehidupan Abu Ayub Al Anshary dalam kondisi
aman. Kalau anda berkesempatan untuk melihat kisah hidupnya dalam
peperangan, anda akan menjumpai sebuah keajaiban.
Abu Ayub ra mengisi hidupnya dengan berjuang di jalan Allah hingga
ada orang yang berkata: bahwa ia tidak pernah ketinggalan mengikuti
setiap peperangan yang dilakukan kaum muslimin sejak zaman Nabi Shallallahu 'alaih wasallam
hingga masa Mu’awiyah kecuali bila ada kegiatan lain.
Perang terakhir yang diikutinya adalah saat Mu’awiyah mempersiapkan
sebuah pasukan di bawah kepemimpinan anaknya yang bernama Yazid
untuk menaklukan Konstantinopel. Pada saat itu, Abu Ayub adalah seorang
tua renta yang berusia lebih dari 80 tahun. Namun hal itu tidak membuat  dirinya urung untuk bergabung dengan pasukan Yazid dan mengarungi
ombak lautan demi berjuang di jalan Allah Subhanu wata'ala.
Akan tetapi tidak lama berselang sejak pertempuran melawan musuh
Abu Ayub jatuh sakit dan tidak mampu lagi melakukan pertempuran. Maka
datanglah Yazid menjenguknya dan bertanya kepadanya: “Apakah engkau
membutuhkan sesuatu, wahai Abu Ayub?” Ia menjawab: “Sampaikan
salamku kepada para tentara kaum muslimin dan katakan kepada mereka:
‘Abu Ayub berpesan kepada kalian agar kalian merangsek ke barisan
musuh hingga batas terjauh. Bawalah Abu Ayub bersama kalian dan
kuburkanlah ia di bawah kaki kalian dan di bawah pagar benteng
Konstantinopel…” dan iapun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Pasukan muslimin memenuhi keinginan seorang sahabat Rasulullah
Saw ini. Mereka merangsek dan menyerang pasukan musuh sedikit demi
sedikit hingga mereka sampai di pagar benteng Konstantinopel dengan
membawa jasad Abu Ayub.
Dan disanalah mereka menggali kubur untuk Abu Ayub dan
menguruknya dengan tanah.
Semoga Allah merahmati Abu Ayub Al Anshary. Ia telah berani mati di
tanah musuh dengan berjuang di jalan Allah Swt, padahal umurnya saat itu
berkisar 80 tahun.

Sumber : Kisah Heroik  65 Orang Sahabat Rosulullah

No comments:

Post a Comment

Silakan Tuliskan Komentar Anda Tentang Blog Ini dan Juga Tentang Postingannya, Komentar dan Masukkan Anda Sangat Berarti Untuk Perkembangan Blog Ini

Beri Tahu Kami Jika Ada Link Download Yang Tidak Bekerja atau Tidak Bisa Dibuka
TERIMA KASIH...!!!