اَلسَّلَامُ عَلَيْكُم بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
LCD Text Generator at TextSpace.net
LCD Text Generator at TextSpace.net
small rss seocips Murottal Qur'an
Sambil dengerin ngaji yuukk, baca postingannya, klik tombol play nya !!!

Tuesday, March 22, 2016

Al Bara’ Bin Malik Al Anshary

“Janganlah Kalian Tunjuk Al Bara’ Menjadi Amir dalam Pasukan
Muslimin, Karena Dikhawatirkan Ia Dapat Mencelakakan
Tentaranya karena Ingin Terus Maju” (Umar Bin Khattab)


Rambutnya berantakan. Badannya kurus. Tulangnya kecil. Gesit dan
sulit dilihat.
Akan tetapi meski demikian ia berhasil membunuh 100 orang musyrik
dalam sekali perang, selain orang-orang yang berhasil dibunuhnya dalam
perang-perang yang diikutinya bersama para pejuang.
Dia adalah orang yang gagah berani dan pantang mundur, demikian
tulis Umar dalam sebuah surat yang  ia tujukan untuk para pembantunya:
“Janganlah ia ditunjuk sebagai pimpinan pasukan muslimin karena
khawatir mereka semua terbunuh karena maju terus.”
Dialah Al Bara’ bin Malik Al Anshary, saudara Anas bin Malik
pembantu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam.
Jika aku paparkan semua kisah kepahlawanan Al Bara’ bin Malik pasti
akan membutuhkan banyak ruang dan halaman; karenanya aku hanya
akan menceritakan satu kisah saja dari kepahlawanannya yang dapat
memberikan gambaran kepadamu tentang kisah kepahlawanannya yang
lain.

Kisah ini dimulai saat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam wafat dan kembali ke pangkuan
Tuhannya, saat beberapa kabilah Arab keluar dari agama Allah secara
berbondong, seperti saat mereka  masuk ke agama tersebut secara
berbondong. Sehingga yang tersisa hanyalah para penduduk Mekkah,
Madinah,Thaif dan beberapa kelompok di sana-sini yang Allah tetapkan
hatinya untuk terus beriman.
Abu Bakar As Shiddiq tetap tegar menghadapi fitnah yang merebak ini.
Ia tegar bagai gunung kokoh yang tak bergeming. Ia menyiapkan 11
pasukan yang terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar. Beliau juga
menyiapkan 11 panji yang masing-masing dibawa oleh panglima pasukan
tadi. Ia mengutus ke sebelas pasukan tadi ke seluruh penjuru Arab untuk
mengembalikan mereka yang murtad kepada jalan petunjuk dan

kebenaran, dan untuk menggiring orang-orang yang sesat menuju jalan
yang lurus lewat sabetan pedang.
Kaum murtad yang paling kuat dan banyak pasukannya adalah Bani
Hanifah yang menjadi para pendukung Musailamah Al Kadzab. Saat itu
Musailamah didukung oleh kaum dan sekutunya yang berjumlah 40 ribu
orang pejuang. Kebanyakan dari mereka mendukungnya karena fanatisme
dan bukannya karena beriman kepadanya. Sebagian dari mereka
mengatakan: “Aku bersaksi bahwa Musailamah adalah pembohong dan
Muhammad adalah benar. Tetapi pembohong yang berasal dari suku
Rabi’ah9 lebih kami sukai daripada orang yang benar berasal dari suku
Mudhar10.”
Musailamah berhasil mengalahkan dan memukul mundur pasukan
pertama kaum muslimin yang dikirimkan kepadanya di bawah komando
‘Ikrimah bin Abi Jahal.11
Lalu Abu Bakar mengirimkan pasukan muslimin kedua kepada
Musailamah di bawah komando Khalid bin Walid dimana pasukan tersebut
dipenuhi dengan para tokoh Anshar dan Muhajirin. Salah satu dari mereka
adalah Al Bara’ bin Malik Al Anshary, dan banyak lagi para patriot
pemberani dari kaum muslimin.

Kedua pasukan bertemu di daerah Al Yamamah di Najd. Hanya
sebentar saja maka pasukan Musailamah dan pendukungnya terlihat
unggul. Bumi yang dipijak oleh pasukan muslimin terasa berguncang saat
itu. Kaum muslimin mulai bergerak mundur dan terjepit. Sehingga para
pendukung Musailamah dapat menyusup ke tenda induk Khalid bin Walid.
Mereka mencabut tali dan tiang tenda tersebut, bahkan mereka hampir saja
membunuh istri Khalid kalau saja tidak ada seorang dari pasukan muslimin
yang melindunginya.
Ketika itu kaum muslimin merasakan bahaya yang begitu besar. Mereka
menyadari bahwa bila mereka sampai kalah oleh Musailamah maka Islam
tidak akan berdiri tegak lagi dan Allah Subhanu wata'ala tidak akan pernah disembah lagi
di jazirah Arab.
Khalid langsung bangkit menuju pasukannya. Ia memulai mengatur
kembali pasukannya. Ia mendahulukan kaum Muhajirin di pasukan depan
dan Anshar di belakang. Dan ia menempatkan orang-orang badu’i di
barisan tersebut.
Khalid juga mengumpulkan anak-anak yang berasal dari satu bapak
dengan satu panji agar ia dapat mengetahui musibah yang menimpa setiap regu dalam peperangan ini, dan juga  agar ia tahu dari sisi mana kaum
muslimin di serang.
Maka terjadilah perang di antara dua kubu yang begitu hebatnya.
Kaum muslimin belum pernah menjalani peperangan yang begitu dahsyat
seperti ini sebelumnya. Kaum Musailamah telah berdiri dengan
congkaknya di medan perang seolah mereka bagai gunung yang tak
bergeming dan mereka seolah tidak peduli akan banyaknya korban yang
mereka terima…
Dan kaum muslimin saat itu didukung oleh para pahlawan yang bila
dikumpulkan dalam tulisan maka akan menjadi sebuah kisah
kepahlawanan yang amat menarik.
Terdapat di sana Tsabit bin Qais pembawa panji Al Anshar yang telah
menyiapkan peralatan kematian, kain kafan dan menggali sendiri kuburan
untuk dirinya. Ia masuk ke dalam lobang yang digalinya tersebut sehingga
mencapai separuh dari betisnya. Ia berdiri tegap dalam posisinya itu. Ia
berjuang mempertahankan panji kaumnya sehingga ia binasa dan menjadi
syahid.
Adalagi Zaid bin Khattab saudara Umar bin Khattab ra yang menyeru
pasukan muslimin: “Wahai semua manusia, gigitlah kuat-kuat geraham
kalian, seranglah musuh kalian dan terus maju pantang mundur… Wahai
semua manusia, Demi Allah aku tidak akan berkata apapun lagi setelah ini
sehingga Musailamah dapat dikalahkan atau hingga aku berjumpa Allah
dan aku akan bersaksi dihadapannya… Kemudian ia mulai menyerang
musuh dan terus berperang sehingga tewas.
Ada juga Salim budak Abu Hudzaifah yang membawa panji kaum
Muhajirin. Kaumnya khawatir akan kelemahan fisik dan rasa takut yang
dimilikinya, sehingga kaumnya berkata kepada Salim: “Kami khawatir kita
akan diserang dari arahmu.” Salim menjawab: “Jika kalian diserang musuh
dari arahku, maka seburuk-buruknya penjaga Al Qur’an adalah aku.”
Kemudian Salim menyerang para musuh Allah dengan begitu beraninya,
sehingga ia tewas.
Akan tetapi semua pahlawan tadi masih kalah dibandingkan kisah
kepahlawanan Al Bara’ bin Malik ra.
Hal itu karena saat Khalid melihat perang berkecamuk dengan begitu
dahsyatnya, ia menoleh ke arah Al Bara’ bin Malik sambil berkata:
“Seranglah mereka, wahai pemuda Anshar!”
Maka Al Bara’ pun melihat ke arah kaumnya dan berkata: “Wahai
kaum Anshar, janganlah salah seorangpun di antara kalian berpikir untuk
kembali ke Madinah; tidak ada lagi Madinah bagi kalian setelah hari ini…
yang ada hanyalah Allah saja… dan surga…”
Kemuian Al Bara; dan kaumnya membawa panji mereka untuk
menyerang kaum musyrikin. Dan ia terus menyerang membuka barisan
lawan. Ia menebaskan pedangnya di leher para musuh Allah sehingga
Musailamah dan pendukungnya terjepit. Mereka mundur ke sebuah taman  yang terkenal dalam sejarah dengan sebutan  Hadiqatul Maut (Taman
Kematian) karena banyaknya korban yang mati di hari itu.

Hadiqatul Maut  ini adalah sebuah bidang yang luas dan memiliki
tembok yang tinggi. Musailamah dan ribuan tentaranya menutup gerbang-
gerbang taman tersebut. Mereka semua berlindung dengan tembok-tembok
tinggi yang ada di dalamnya. Dan mereka menembakkan anak panah
mereka dari dalam taman tersebut sehingga anak panah tersebut bagaikan
hujan yang turun dengan deras bagi kaum muslimin. 
Saat itu majulah sang pejuang Islam yang gagah berani bernama Al
Bara’ bin Malik sambil berseru: “Wahai kaumku, taruhlah aku di alat
pelempar. Dan arahkanlah ke arah para pemanah itu. Lemparkanlah aku
ke dalam taman dekat gerbangnya. Karenanya, bila aku tidak mati syahid,
maka aku akan membukakan gerbang taman untuk kalian.
Dalam sekejap Al Bara’ bin Malik telah duduk di atas alat pelempar. Dia
adalah seorang yang berbadan kurus. Maka para pejuang yang lain
mengangkat dan melemparkannya ke dalam Hadiqatul Maut di antara
ribuan pasukan Musailamah. Maka turunlah Al Bara’ di pihak musuh
seperti kilat menyambar. Ia terus menyerang mereka di depan gerbang
taman dan ia berhasil membunuh 10 orang dari mereka dan berhasil
membuka gerbang. Dan ia mengalami lebih dari 80 luka panah dan
sabetan pedang karenanya.
Maka kaum muslimin langsung merangsek ke arah  Hadiqatul Maut
dari seluruh penjuru pagar dan gerbangnya. Mereka menyabetkan pedang
ke arah leher para kelompok murtadin, sehingga tidak kurang dari 20 ribu
dari pihak mereka menjadi korban termasuk Musailamah Al Kadzab.
Al Bara’ bin Malik dibawa dengan kendaraannya untuk mendapatkan
perawatan. Khalid bin Walid merawatnya selama sebulan penuh untuk
menyembuhkan semua luka yang ada pada tubuh Al Bara hingga akhirnya
ia pun pulih kembali. Dengan keberanian Al Bara, pasukan muslimin
meraih kemenangan telak.
Al Bara telah mengobarkan semangatnya untuk mendapatkan
kesyahidan dalam peristiwa  Hadiqatul Maut. Ia terus mengikuti perang
demi perang karena ingin mewujudkan cita-citanya yang tertinggi itu dan 

karena rindu kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, sehingga pada hari penaklukan kota
Tustar12 di negeri Persia. Persia saat itu dibentengi dengan salah satu
benteng yang terletak di dataran tinggi. Kaum Muslimin telah berhasil
mengepung mereka dengan begitu ketatnya. Saat pengepungan tersebut
berlangsung cukup lama dan pihak Persia sudah merasa semakin terjepit
maka mereka membuat rantai besi yang mereka ulurkan dari pagar
benteng tersebut. Di ujung rantai digantungkan penjepit yang terbuat dari
baja yang disulut api sehingga lebih panas dari batu bara; Penjepit itu
berputar mengenai tubuh kaum muslimin dan mencomot tubuh mereka.
Pasukan Persia mengangkat tubuh kaum muslimin yang terkena jepitan
tadi ke atas baik dalam keadaan mati ataupun sekarat.
Para pasukan Persia yang bertugas menggunakan alat tersebut
mengarahkannya kepada Anas bin Malik –saudara Al Bara bin Malik-.
Begitu melihatnya, AL Bara langsung melompat ke arah tembok benteng
dan meraih rantai yang telah mengambil tubuh saudaranya. Al Bara
berjuang keras untuk menggoncang penjepit tadi untuk mengeluarkan
Anas dari dalamnya. Tangan Al Bara menjadi terbakar dan melepuh, ia
tidak menghentikan usahanya sehingga saudaranya terbebas, dan iapun
jatuh setelah hanya tulang yang tersisa dari tangannya tanpa daging
sedikitpun.
Dalam peperangan ini, Al Bara bin Malik Al Anshary berdo’a kepada
Allah agar ia diberikan mati syahid. Dan Allah mengabulkan
permohonannya. Dan Al Bara akhirnya mati sebagai seorang syahid yang
amat rindu dengan perjumpaan dengan Allah Subhanu wata'ala.
Semoga Allah Subhanu wata'ala menyinari wajah Al Bara bin Malik di surga, dan
membuat dirinya tenang dengan hidup bersama Nabinya Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam.
Semoga Allah meridhainya dan ia ridha kepada Tuhannya.

Sumber : Kisah Heroik 65 Orang Sahabat Rosulullah

No comments:

Post a Comment

Silakan Tuliskan Komentar Anda Tentang Blog Ini dan Juga Tentang Postingannya, Komentar dan Masukkan Anda Sangat Berarti Untuk Perkembangan Blog Ini

Beri Tahu Kami Jika Ada Link Download Yang Tidak Bekerja atau Tidak Bisa Dibuka
TERIMA KASIH...!!!